Senin, 11 Juli 2011

Dibawah 17 Tahun Boleh Daftar Haji

CILEGON, - Tahun ini, Kementerian Agama (Kemenag) Kota Cilegon menerima calon jemaah haji dibawah umur 17 tahun. Itu berdasarkan surat edaran Kemenag Provinsi Banten Nomor : KW.28.3/03/HJ.00/2354/2011 tertanggal 28 Juni 2011 lalu. Itu dilakukan untuk mempermudah masyarakat apabila ingin beribadah haji.
Kepala Kantor Kemenag Kota Cilegon, Badri Hasun kepada Banten Pos, Senin (11/7) mengatakan, peraturan baru itu dilakukan untuk menyiasati antrean keberangkatan ibadah haji yang membutuhkan waktu hingga bertahun-tahun.
Bagi warga Kota Cilegon yang mampu dan ingin beribadah haji, kata dia, mulai bulan ini Kemenag sudah membuka pendaftaran peserta haji untuk warga yang berusia dibawah 17 tahun.
Persyaratan pendaftaran bagi peserta haji dibawah 17 tahun, cukup dengan menggunakan tanda pengenal resmi seperti akta kelahiran dan kartu pelajar. Tanda pengenal resmi itu, kata badri, digunakan untuk persyaratan pembuatan paspor peserta haji.
Badri mengungkapkan, peserta haji yang mendaftar minimal harus menunggu antre minimal lima tahun. Kalau peserta yang daftar itu dibawah umur 17 tahun, kata dia, minimal peserta tersebut sudah masuk masa akhil baligh. “Salah satu syarat utama ibadah haji harus sudah baligh. Nah kalau sekarang daftar, maka lima tahun kedepan sudah baligh,” terangnya.
Terpisah, Kepala Seksi Urusan Agama dan Haji pada Kemenag Kota Cilegon Isomudin mengatakan, tahun 2011 Kota Cilegon akan memberangkatkan sebanyak 611 peserta haji. Jumlah itu, kata dia, lebih sedikit dibandingkan jumlah peserta haji tahun 2010 lalu yaitu sebanyak 778 peserta.
Pengurangan itu, kata dia, disebabkan karena warga Cilegon yang mendaftar untuk memjadi peserta haji kalah cepat dengan peserta dari kabupaten dan kota di Banten. Sehingga jumlah kuota yang disediakan Pemprov Banten sebanyak 8541 sudah habis. “Terpaksa yang terlambat daftar akan diberangkatkan pada tahun depan berikutnya,” tandasnya.(MAN)

Data PDRB BPS Dinilai Tidak Realistis


CILEGON,  - Penentuan orang berpenghasilan tinggi berdasarkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Cilegon oleh Badan Pusat Statistik (BPS) setempat di atas Rp4,5 juta per orang per bulan dinilai tidak masuk akal. BPS perlu memperjelas definisi dan standar orang berpenghasilan tinggi itu. Demikan dikatakan Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) M Tahyar, kepada Banten Pos, Senin (11/7).
Menurutnya, BPS sendiri menggunakan penghitungan data makro yang tidak dapat mengetahui data spesifikasi penghasilan masyarakat Cilegon sesungguhnya. “Kalau masyarakat Cilegon penghasilannya sebesar itu per bulan, berarti masyarakat Cilegon kaya semua,” ujarnya.
Untuk mengetahui data spesifikasi mengenai pendapatan itu kata dia, BPS dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kota Cilegon sebagai pengelola data, harus mengkaji lebih serius sistem gini rasio (ukuran kemerataan, red) sebagai pembanding untuk mengetahui masing-masing pendapatan masyarakat secara pasti jumlahnya. “Ukuran PDRB belum tentu berbanding lurus dengan kenyataan di lapangan, jadi tidak boleh dipukul rata seperti itu,” tegas Tahyar.
Sementara itu, Kepala Seksi Pengelolaan dan Desiminasi Statistik pada BPS Kota Cilegon, Novian menjelaskan, penentuan penghasilan itu didapat dari penghitungan makro PDRB perkapita pada tahun 2010 sebesar Rp59.788.341 dibagi 12 bulan. Kalau dirata-ratakan lanjutnya, pendapatan penduduk Kota Cilegon di atas Rp4,5 juta perbulan.
Untuk mengetahui spesifikasi pendapatan penduduk, lanjutnya, memang seharusnya dilakukan sistem gini rasio. Namun, kata dia, BPS Kota Cilegon untuk saat ini hanya bisa menghitung berdasarkan statistik makro. “Gini rasio biasanya dilakukan oleh Bappeda, coba tanyakan saja ke Bappeda,” ucapnya.
Novian menambahkan, PDRB terbesar  didapat dari distribusi industri pengelolaan yang mencapai 54,88 persen, sementara itu 45,21 persen sisanya didapat dari distribusi lainnya, seperti perhotelan dan restoran, penggalian, listrik dan air bersih, dan pertanian.
“Tahun ini, persentase industri menurun dari tahun 2009 sebesar 56,12 persen, namun pendapatan distribusi industri tahun ini lebih besar,” ungkapnya.
Terpisah, Kasubid Data pada Bappeda Kota Cilegon, Diki MJ  menuturkan, Bappeda Kota Cilegon tidak mempunyai data gini rasio pada tahun 2011 ini. Menurutnya, data yang digunakan Bappeda selama ini, didapat dari BPS Kota Cilegon. Sejak 2005, Bappeda tidak memegang data gini rasio itu.
“Kalau data tahun 2005 ada, gini rasionya 0,5, yang berarti masih cukup merata. Untuk tahun ini kami belum punya. Yang pasti dalam waktu dekat kami akan melakukan pendataan,” tuturnya.(MAN)

Rambut Dikucir, Dot Bayi Digantung


CILEGON, - Dinas Pendidikan (Dindik) Kota Cilegon  tidak mengizinkan kegiatan Masa Orientasi Siswa (MOS) dengan kegiatan yang tidak mendidik seperti kostum yang tidak wajar layak seorang pelajar. Walikota Cilegon Tb Iman Ariyadi juga melarang kegaiatan yang bernuansa perpeloncoan itu. Namun dalam pelaksanaannya, hari pertama MOS, Senin (11/7) kemarin, hampir semua sekolah tidak menuruti seruan itu.
Pantauan Banten Pos di sejumlah sekolah SMP dan SMA yang ada di kota tersebut, siswa yang mengikuti MOS seluruhnya mengenakan berbagai aksesoris yang tentu saja tidak sesuai dengan semangat Walikota dan Kadindik Kota Cilegon. Meski demikian, tidak ada teguran dari pihak sekolah.
Siswa terlihat berdandan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan panitia. Mulai dari memakai kaos kaki beda warna, tas dari karung goni, hingga ada yang memakai kaleng bekas susu yang diikatkan di pinggang sebagai lonceng pertanda peserta. Bukan hanya itu, siswa juga dibebani berbagai kewajiban seperti haru membawa sejumlah makanan yang ukuran dan jenisnya dutentukan panitia.
Sekretaris Muhamadiyah Kota Cilegon, Bayu Panatagama ketika dimintai komentarnya menyatakan, kegiatan semacam itu merupakan kegiatan yang tidak mencerminkan daya intelektual siswa. Kegiatan itu malah seperti mempecundangi siswa baru agar terlihat lemah dari berbagai sisi termasuk penampilannya.
Seharusnya, kata Bayu, hal semacam itu sudah dihilangkan dari budaya pendidikan khususnya di Cilegon. Menurutnya, akan lebih baik jika siswa berpenampilan rapih dalam kegiatan orientasi itu. “Aksesoris yang dipakai itu tidak mencerminkan sebagai pelajar, tapi seperti gembel,” ujarnya.
Bayu menegaskan, budaya MOS seperti itu akan berdampak balas dendam siswa dikemudian hari terhadap adik kelasnya suatu saat nanti. Seharusnya, kata dia, guru membimbing panitia benar-benar memperkenalkan Widya Mandala Sekolah (pengenalan sekolah, red) kepada siswa baru. “Kegiatan MOS kan sebenarnya kegiatan perkenalan siswa dengan lingkungan barunya, tentu harus ada kesan yang baik,” tegasnya.
Bayu menambahkan, kegiatan yang terus berulang-ulang itu tidak ada manfaatnya. Itu membuktikan bahwa bimbingan guru terhadap Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) sangat lemah. Para guru meyerahkan kegiatan MOS itu kepada OSIS, tanpa menyaring terlebih dahulu kegiatan apa yang akan dilaksanakan.
Sebab itu, lanjutnya, Ikatan OSIS harus dibentuk di Cilegon, guna memberikan wawasan kepada OSIS tiap sekolah, sehingga kegiatan MOS tidak percuma. “Ikatan OSIS dulu pernah dibentuk, tapi sekarang tidak ada kabarnya lagi,” pungkasnya.
Rizal, salah seorang siswa baru di SMA Negeri 1 Cilegon kepada Banten Pos mengaku tidak keberatan dengan kegiatan seperti itu. Remaja yang menggunakan dot bayi dan rombe-rombe tersebut menganggap bahwa itu adalah hal yang biasa. “Sudah biasa Mas, jadi saya sih ikut saja,” pungkasnya.(MAN)

Ngurus KK Habiskan Ratusan Ribu


BIAYA pembuatan kartu keluarga (KK) dinilai memberatkan warga. Pasalnya harga yang ditawarkan oknum yang mengaku pegawai Badan Kependudukan Catatan Sipil (BKCS) Kota Cilegon mencapai ratusan ribu ripiah. Padahal berdasarkan Perda Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Penduduk disebutkan hanya Rp5000 saja.
“Masa membuat kartu keluarga mahal banget. Saya tadi diminta Rp350 ribu oleh petugas BKCS. Apa iya dalam perda segitu. Kalau memang dalam aturannya begitu kita tidak masalah. Tetapi masa iya besar banget. Jelas ini memberatkan warga,” ujar Safrinal, warga Jalan Yasin Beji, Perum Krakatau Steel (KS), Kelurahan Kebon Dalem, Kecamatan Purwakarta, Kota Cilegon, kepada Banten Pos, Senin (11/7).
Menurut Safrinal, dirinya yang bermaksud membuat KK sejak sepekan yang lalu. Pengurusan surat tersebut untuk keperluan keluarga barunya. Maklum, dia baru saja melepas masa lajangnya beberapa bulan yang lalu. Sebagai kepala keluarga, dia harus segera melengkapi kartu identitas setelah memiliki istri. Dia sudah mengurus pembuatan KK dengan membawa surat pengantar dari RT, kelurahan dan kecamatan setempat.
“Sudah seminggu yang lalu data saya serahkan ke BKCS, tapi hingga kini belum juga ada kabar. Kabar yang datang malah soal harga pengurusan yang jumlahnya mencapai ratusan rupiah tadi,” kata Safrinal.
Ia menjelaskan, biaya pembuatan KK yang mencapai ratusan ribu rupiah itu disampaikan salah seorang pejabat di BKCS kemarin, sekitar pukul 14.20 WIB. Waktu itu, dia dihubungi oleh seseorang yang mengaku Kabid di BKCS. “Sudah mas terima jadi saja. Siapkan saja uang Rp350 ribu. Pokoknya terima jadi,” kata Safrinal menirukan suara pejabat itu.
Terpisah, Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (DKCS) Kota Cilegon, Bambang P Sumo saat dikonfirmasi mengatkan, biaya pembuatan KK bagi pendatang sebesar Rp100 ribu, Kartu Tanda Penduduk (KTP) Rp100 ribu dan Surat Pindah (SP) Rp5.000. “Total biaya yang harus diselesaikan warga pendatang yang mengurus itu jumlahnya Rp205 ribu,” jelasnya.
Menurutnya, semua sudah ada dalam kwitansi dan tidak mungkin ada yang berani melanggarnya. Sebab dalam kuitansi sudah tertera tarifnya dan tercetak. Selain itu apabila ada yang melanggar dari biaya itu, akan deiberikan sangsi.
Pada bagian lain, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Cilegon, Arief Rifai Madawi mengatakan, pelayanan tidak boleh melebihi yang

Gugatan Cerai Tinggi Faktor Ekonomi Jadi Penyebab Utama

CILEGON, - Gugatan cerai di Kota Cilegon tergolong tinggi. Hingga Juli 2011 tercatat sebanyak 305 orang gugatan cerai masuk ke Pengadilan Agama (PA) Cilegon. Sebanya 75 persen dari jumlah tersebut sudah resmi bercerai. Gugat cerai yang masuk PA itu didominasi karena sebab keadaan ekonomi keluarga yang sulit. Hal itu diungkapkan Hubungan Masyarakat (Humas) PA Kota Cilegon, Ase Saepudin, Senin (11/7).
Ase mengungkapkan, kasus perceraian di Kota Cilegon dari tahun ketahun terus meningkat. Tahun 2010 lalu, tercatat sebanyak 700 kasus gugatan cerai. Tahun 2011 ini diprediksi meningkat dari tahun sebelumnya.
Umumnya kasus gugatan cerai yang masuk itu terjadi karena faktor ekonomi, dimana suami tidak mampu memenuhi kebutuhan istri dan keluarganya. Selain itu, ada juga banyak disebabkan karena tingkah laku pasangan yang tidak saling percaya satu sama lain, serta kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). “Tapi alasan ekonomi menjadi faktor utama,” ujarnya.
Dari sisi psikologis, Ase menyatakan bahwa maraknya kasus cerai itu karena disebabkan pengetahuan agama yang dimiliki pasangan suami-istri rendah. “Kebanyakan yang mengajukan cerai, malah sudah cerai terlebih dahulu melalui RT setempat,” ujarnya.
Terpisah, Pengamat Ekonomi Universitas Sultang Ageng Tirtayasa, Dahnil Anzar ketika dimintai komentarnya mengatakan, faktor ekonomi bisa menjadi penyebab tingginya angka perceraian. Perilaku konsumtif seorang istri juga menjadi alasan suami untuk menggugat cerai, karena alasan tidak sanggup memenuhi kebutuhan konsumtif itu. “Perilaku istri yang boros, akan membawa beban mental bagi suami,” tandasnya.(MAN)