Rabu, 06 Juli 2011

Bangunan Liar Bantaran rel, Makin Marak


GROGOL, – Bangunan liar disepanjang bantaran rel kereta PT Kereta Api Indonesia (KAI), tepatnya di Lingkungan Cikuasa, Kelurahan Gerem, Kecamatan Grogol semakin marak semenjak Pasca penggusuran gubuk di urugan pantai Cikuasa. Pasalnya, warga yang membuat bangunan itu berasal dari luar daerah Cilegon. Hal itu dikatakan Sekretaris Kecamatan (Sekmat) Grogol Sukri Jasiman kepada Banten Pos, Senin (21/6).
Sukri mengatakan, bangunan yang berada di bantaran rel kereta api itu hampir seluruhnya tidak mengantongi izin dari kelurahan ataupun dari kecamatan setempat. Dari tahun ketahun kata dia, bangunan yang berada di bantaran rel itu selalu bertambah dan sulit untuk ditertibkan, karena pihak Kecamatan Grogol dan Pemkot Cilegon tidak mempunyai kewenangan lebih untuk menertibkan banguna liar itu sebelum berkoordinasi terlebih dahulu dengan PT KAI. “Pernah bangunan itu dibongkar paksa, namun beberapa bulan kemudian malah lebih banyak,” ujarnya.
Sukri mengungkapkan, warga yang membuat bangunan ditempat itu kebanyakan warga pendatang baru dari luar wilayah Kota Cilegon yang membandel membuat bangunan dengan menggunakan batu bata sebagai materialnya. Hal itu kata dia, bisa mempersulit aparat penertiban apabila suatu saat eksekusi penertiban dilakukan. “Kalau pakai Batu bata seperti itu, pemilik bangunan pasti minta ganti rugi kalau dieksekusi,” ungkapnya.
Sementara itu, Kepala Bidang Pengendalian Bangunan dan Reklame (PBR) pada Dinas Tata Kota Cilegon, Firman Antardian mengatakan, Dinas Tata Kota Cilegon sebenarnya sudah melayangkan surat kepada PT KAI mengenai perihal Bangunan liar disepanjang bantaran rel Kota Cilegon. Surat itu menghimbau kepada Pemkot Cilegon untuk memberi mandat melakukan eksekusi. Namun hingga saat ini, kata dia, tidak ada kejelasan kabar mengenai surat yang sudah dilayangkan itu. “Kami tidak bisa berbuat banyak kalau surat itu belum ada balasannya,” tuturnya. 
Firman menjelaskan, bangunan liar disepanjang bantaran rel itu telah melanggar Perturan Daerah (Perda) Nomor 10 Tahun 2003 tentang retribusi izin mendirikan bangunan (IMB) dan melanggar  Undang-undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian. Seharusnya kata dia, jarak bangunan dari Daerah Milik Jalan (Damija) KA diatur pada radius 5 hingga 20 meter.
Menurutnya, Damija sudah masuk dalam agenda sterilisasi. Pasalnya, jarak permukiman dengan rel sangat dekat, bahkan di antara rel dibangun rumah-rumah permanen. “Seharusnya disekeliling rel dipagar dan bangunan yang berada dalam radius tertentu dibongkar, namun untuk saat ini kami tidak punya agenda untuk melakukan pembongkaran pada bangunan liar itu,” pungkasnya. (CR-1)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar